Sedekah Bumi

“Nyedekah Bumi” (red.sedekah bumi) merupakan suatu kegiatan dimana masyarakat dan warga Desa Kalipucang Kulon mengadakan sebuah rutinitas sedekah bumi tiap tahunnya.

Tren masa kini sedekah bumi sering dikaitkan dengan milad atau Hari Ulang Tahun Desa Kalipucang Kulon. Untuk itulah dalam rangka mensyukuri Nikmat dari Allah SWT tiap tahun Di Desa Kalipucang Kulon ini selalu mengadakan kegiatan rutin Sedekah Bumi atau sedekah rukun.

Jadi kegiatan ini sudah menjadi kegiatan Ritual rutin tiap tahun di Desa Kalipucang Kulon. Maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah sebagai langkah nyata ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Esa yang mana atas limpahan rahmat, hidayah, taufiq dan nikmatnya, khususnya warga Desa Kalipucang Kulon.

Mungkin sudah menjadi kebiasaan dari nenek moyang bahwa dalam acara kegiatan  Sedekah Bumi ini selalu diadakan Pagelaran Wayang Kulit sehari semalam suntuk, bertempat di Balai Desa Kalipucang Kulon.

Disamping menjadi kegiatan Syukuran kegiatan ini juga menjadi Hiburan bagi Masyarakat Warga Kalipucang Kulon dan sekitarnya tiap tahun dan sudah pasti setiap acara kegiatan atau hiburan di Desa Kalipucang Kulon selalu ramai dipadati oleh pengunjung.

Tak heran setiap kegiatan tersebut banyak orang yang berjualan di desa Bugo dan itupun selalu ramai dagangannya (red.laris). Kegiatan ini dilaksanakan pada Hari Selasa Kliwon Bulan Jumadil Awal pada tiap tahunnya.

Ziarah Kubur Akal Bakal

Semacam Ritual Ibadah yakni ziarah kubur akal bakal di  Desa Kalipucang Kulon kini sudah menjadi adat kebiasaan bagi Masyarakat dan warga sekitar bahwa setiap hari Rabu Pahing selalu mengadakan kegiatan ritual rutin yaitu Ziarah ke Makam Para Akal Bakal desa Kalipucang Kulon yakni Mbah Buyut Nalawangsa.

Adapun maksud dan tujuan dari kegiatan ini adalah Mohon kepada Sang Pencipta Allah SWT agar di desa Kalipucang Kulon khususnya dan Umumnya Bangsa dan Warga  Indonesia diberikan keselamatan, kedamaian, ketentraman, dijauhkan dari bala’, wabah, penyakit, bencana sehingga akan terwujud Desa yang Baldatun Toyyibatun Warobbun Ghofur, Desa yang adil dan  makmur, gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerta raharjo amin ya rabbal ‘alamin.

Kegiatan  ini dimulai bakda Ashar,  diantaranya kegiatan tersebut berisi sambutan dari para alim dan ulama. Setelah itu diisi dengan amal kebaikan berupa pembacaan untaian doa, dzikir, pembacaan surat Yasiin dan tahlil.

Sehingga acara tersebut bermanfaat sebagaimana manfaat ziarah kubur antara lain :

  1. Dapat mendoakan ahli kubur
  2. Dapat mengingat mati.
  3. Dapat mencegah dari perbuatan-perbuatan maksiat.
  4. Dapat melemaskan hati seseorang yang mempunyai hati yang keras.
  5. Dapat menghilangkan kegembiraan dunia (sehingga lupa akan kehidupan akherat).
  6. Dapat meringankan musibah (bencana).
  7. Dapat menolak kotoran hati.
  8. Dapat mengukuhkan hati, sehingga tidak terpengaruh dari ajakan-ajakan yang dapat menimbulkan dosa.
  9. Dapat merasakan bagaimana keadaan seseorang itu ketika akan menghadapi ajalnya (sakaratul maut).
  10. Dapat mengingatkan untuk selalu mempersiapkan bekal sebelum kedatangan ajal. Sebaik-baik bekal adalah selalu menjalankan amal ketaatan (menjalankan kewajibanNya dan menjauhi laranganNya) dan mengerjakan amal kebaikan (amal sholeh).

Mudah – mudahan acara Ritual di Desa Kalipucang Kulon ini mendapatkan Ridlo dan Barokah dari Allah SWT amin.

Kerajinan Besek

Desa Kalipucang kulon ini sudah terkenal sejak dulu sebagai penghasil besek, yaitu wadah tradisional dari anyaman bambu untuk keperluan rumah tangga utamanya wadah untuk pelengkap upacara mengirim doa bagi arwah leluhur (red.selamatan).

Apa sebenarnya keistimewaan wadah yang terbuat dari anyaman bambu di daerah ini? Orang pun tahu bahwa besek berupa anyaman bambu kini terancam punah karena tergeser oleh wadah dari plastik yang terlihat lebih praktis, awet dan harganya pun murah. Namun dalam pergeseran jaman yang modern ini keberadaan besek tetap ada dan tidak akan punah sekalipun alat rumah tangga berupa plastik sebagai wadah sudah masuk pedesaan.

Dengan masuknya kebutuhan industri rumah tangga semisal wadah plastik tadi, para perajin besek di desa kalipucang kulon ini menyikapi dengan tetap semangat terus membuat besek bila ada pesanan saja.

Dengan membuat besek berarti kelangsungan usaha tetap berjalan. Umumnya pesanan besek kecil tetap ada sedang besek ukuran besar biasa dipesan buat selamatan atau di jual sendiri ke pasar misal : pasar Bengok Teluk wetan, pasar Guwo Welahan dsb dan kemudian dipasarkan lagi ke Kudus, Pati dsb.

Besek wadah tradisional dari bambu tetap aman untuk pembungkus makanan  dan tidak menimbulkan bahaya jika dibuang ke tempat sampah. Berbeda dengan pembungkus plastik atau styrofoam jika dibakar akan menimbulkan bau tidak sedap karena material ini mengandung unsur kimia.

Desa Industri Batu Bata

Kalipucang kulon merupakan  sebuah desa di Kecamatan Welahan Kabupaten Jepara.  Kalipucang Kulon memiliki luas wilayah yang hampir luas area persawahan . Tetapi dengan kepadatan penduduk yang lebih rendah.  Jumlah penduduk saat ini sekitar 980 jiwa.

Yang menarik dari desa ini adalah merupakan salah satu sentra industri batu bata di Jepara bahkan jawa tengah.  Hampir 90% lebih penduduk di Kalipucang  Kulon memiliki usaha pembuatan batu bata. Ada yang menjadikannya sebagai mata pencaharian utama. Ada juga yang merupakan usaha sampingan.

Semakin jarang orang yang pergi ke sawah atau ladang. Lebih baik mereka membuat batu bata di rumah.  Pada waktu senggang juga jarang terlihat orang nongkrong atau cangkruk-an di Kalipucang Kulon.  Lebih baik mereka gunakan waktu senggang itu untuk menjadi buruh pembuat batu bata dengan bayaran yang lumayan besar sekitar Rp 30rb untuk pembuatan 1000 batu bata dalam waktu ± 3 jam.

Pendataan tahun 2010 menunjukkan bahwa ada setidaknya 200 lebih industri pembuatan batu bata di sana. Jadi hampir setiap rumah terdapat tumpukan batu bata di halaman rumahnya. Setiap rumah setidaknya memiliki 1 buah industri pembuatan batu bata dengan melibatkan anggota keluarganya dalam proses produksi. Bahkan ada juga yang mendatangkan tenaga kerja dari luar Kalipucang Kulon untuk membantu proses produksi batu bata.

Jika 1 orang dalam 1 rumah produksi mampu menghasilkan 1000 buah batu bata dalam waktu ± 3 jam.  Berapa ribu yang mampu dihasilkan rumah tersebut dalam 1 hari. Dikalikan jumlah rumah produksi di Kalipucang Kulon. Berapa produksi batu bata dalam 1 hari dan 1 bulan. Dengan harga jual Rp 400rb per 1000 buah batu bata. Tentunya sangat besar sekali omset yang dihasilkan hanya dari produksi batu bata di Kalipucang Kulon ini.

Dampak positifnya adalah bertambahnya kesejahteraan masyarakat di Kalipucang Kulon melalui usaha ini. Yang menjadikannya sebagai usaha primer dapat melakukan produksi dengan waktu yang dimiliki semaksimal mungkin. Tentunya dengan keuntungan penjualan yang tinggi pula. Yang dijadikan sebagai usaha sampingan juga memperoleh tambahan penghasilan yang tidak sedikit.

Dampak negatifnya adalah semakin berkurangnya tanah yang digunakan sebagai bahan baku utama untuk batu bata ini. Warga banyak mengambil tanah dengan jumlah yang sangat besar dan dalam jangka waktu yang sangat lama. Sehingga banyak terbentuk lubang-lubang besar bekas galian tanah. Ini yang menjadikan tanah menjadi tidak produktif lagi dan dapat merusak lingkungan.

Lambat laun banyak warga mengimpor bahan baku dari luar Kalipucang Kulon. Mereka tidak lagi mengambil tanah dari lahan mereka sendiri. Tentunya dengan membeli tanah tersebut per mobil seharga antara Rp 200rb –Rp 300rb.

Yang menjadi kendala dalam industri ini adalah harga jual yang tidak standar. Kadang naik dan lebih benyak turunnya. Selain itu juga tidak adanya bantuan permodalan yang mencukupi untuk pengadaan bahan baku tanah dan bubuk gilingan padi sebagai bahan bakarnya. Selain itu faktor cuaca juga ikut menentukan. Pada saat musim penghujan, proses produksi menjadi lambat karena produsen mengandalkan panas sinar matahari untuk proses penjemuran sebelum proses pembakaran.

Mungkin untuk masalah harga dan modal bisa diatasi dengan adanya Koperasi bersama antar produsen batu bata ini dapat dijadikan sebagai penampung untuk proses penjualan agar harga jual bisa standar dan meningkatkan keuntungan bersama. Sehingga sebagian laba tersebut juga bisa digunakan untuk membantu permodalan produsen lainnya. (as)

Jepara Terima Penghargaan ‘Indonesia Green Region Award’

Keberhasilan pembangunan bidang lingkungan hidup di Kabupaten Jepara, layak menjadi contoh daerah lain. Bersama delapan kabupaten/kota lain di tanah air, Rabu siang (21/9), Jepara mendapatkan penghargaan berlabel Indonesia Green Region Award (IGRA) tahun 2011. Penghargaan yang diserahkan Sekmen LH RI Hermien Roosita, diterima langsung oleh Bupati Jepara Drs. Hendro Martojo, MM. Ini merupakan penghargaan kesekian kalinya di bidang lingkungan hidup yang diterima kabupaten Jepara.

“Saya yakin (penghargaan) ini bukan tujuan daerah-daerah yang tahun ini mendapatkan. Lebih dari itu, kami bersama masyarakat berupaya semaksimal mungkin untuk menciptakan kondisi lingkungan yang baik untuk kita, terutama untuk anak cucu kita ke depan,” kata Hendro Martojo sesaat setelah menerima penghargaan.

Statemen Hendro, sejalan dengan tujuan penyelengaraan acara IGRA 2011 yang dihelat Kantor Berita Radio (KBR) 68 H Jakarta, bersama majalah SWA, Jakarta. Mewakili penyelenggara, Pemred SWA Kamal E. Gani mengatakan, IGRA 2011 tidak sekedar merupakan penghargaan untuk Kabupaten/kota yang memiliki program yang baik dalam bidang lingkungan hidup. “Lebih dari itu adalah bagaimana program-program itu dieksekusi dengan baik pula,” katanya.

Untuk menentukan sembilan daerah penerima IGRA, penyelenggara melakukan penilaian ketat melalui enam orang juri berkempoten di bidang lingkungan hidup. Mereka adalah mantan menteri lingkungan hidup Sony Keraf, Direktur Eksekutif WALHI Berry Nahdian Furqon, dan Ahli Planologi Universitas Trisakti Yayat Supriyatna. Di luar itu, terdapat unsur media massa yang diwakili Toriq Hadad dari majalah Tempo, Komisaris PT. Adaro Energy Tbk. Palgunadi Tatit Setyawan, dan Corporate Secretary PT. Indonesia Power Noesita Indriyani.

Jepara merupakan satu-satunya kabupaten/kota di Jawa Tengah yang mendapatkan penghargaan ini. Delapan daerah lain adalah Kota Surabaya, Jogjakarta, Denpasar, Palangka Raya, Banda Aceh, Kabupaten Kuningan, Payakumbuh, dan Berau.

Sebelum dinyatakan layak menerima penghargaan, kesembilan daerah tersebut harus bersaing satu sama lain dengan 36 d rah se-Indonesia yang dinilai terbaik dalam pengelolaan lingkungan. Mereka melewati penilaian tahap panel putaran I dan II, yang dilakukan delapan panelis. Panelis tersebut di antaranya Direktur WWF-Indonesia untuk Program Iklim dan Energi Fitrian Ardiansyah serta guru besar pascasarjana universitas Lampung Mangkurat Udiansyah.

Terdapat setidaknya sepuluh kriteria dalam seluruh tahap penilaian, di antaranya pengelolaan sampah, pengelolaan hutan dan perkebunan, pengelolaan lahan dan tata ruang, pertanian, ketersediaan air bersih, adaptasi terhadap perubahan iklim, serta daerah tangkapan air dan daerah aliran sungai. (jatengprov/Sulismanto)